Istikharah artinya meminta pilihan. Abu Amru Abdillah al-Hamadi menjelaskan, istikharah artinya meminta agar keinginan hati dicondongkan pada apa yang terbaik dan utama menurut Allah, dengan cara menunaikan shalat sunah dan berdoa dengan doa istikharah yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits shahih riwayat Imam al Bukhari, dari Jabir bin Abdillah beliau berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu, sebagaimana mengajari surah al-Qur-an. Beliau bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunnah dua rakaat, kemudian membaca doa…” (lihat halaman 5)
Prakteknya cukup mudah, seseorang menunaikan shalat sunnah dua rakaat dan membaca surat apapun dari al- Quran setelah al-Fatihah. Setelah salam, membaca tahmid atau bacaan yang berisi pujian pada Allah, membaca shalawat untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berdoa dengan do’a istikharah dan ditutup dengan shalawat. Soal waktu pelaksanaannya, pada dasarnya bisa dikerjakan kapan saja, tapi lebih utama dilaksanakan pada waktu-waktu yang memiliki fadhilah (keutamaan) seperti pada sepertiga malam akhir.
Bolehkah Istikharah hanya dengan berdoa saja?
Yang paling utama saat melakasanakan istikharah adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits; diawali dengan shalat sunah dua rakaat kemudian membaca doa. Sebab, ada hikmah yang agung dalam anjuran untuk melakukan shalat sunnah sebelum memanjatkan doa.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Tujuan istikharah adalah memperoleh kebaikan dunia dan akhirat. Untuk itu seseorang harus mengetuk pintu Allah. Dan tidak ada cara yang lebih baik untuk mendapatkan itu semua selain dengan shalat, karena di dalamnya terdapat pengagungan kepada Allah, pujian dan rasa membutuhkan yang sempurna.”
Akan tetapi bagi yang tidak mungkin melaksanakan shalat, diperbolehkan istikharah hanya dengan membaca doanya saja. Misalnya seorang wanita yang tengah haid dan ingin melakukan istikharah karena suatu keperluan.
Imam an Nawawi berkata, “Jika tidak memungkinkan bagi seseorang melakasanakan shalat, ia boleh istikharah dengan berdoa saja.” Inilah pendapat ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i.
Yang perlu diperhatikan, hendaknya lafazh doa yang dibaca, persis seperti apa yang diriwayatkan dalam hadits yang shahih. Kita harus berusaha menghafalnya sebisa mungkin. Ulama mengatakan, lafazh doa ini diajarkan oleh Rasulullah sebagaimana beliau mengajarkan surat al-Qur`an, sedang surat dalam al Qur`an tidak boleh ditambah atau dikurangi. Beliaulah yang paling tahu mengenai lafazh terbaik untuk memohon kepada Allah.”
Artinya, lafazh istikharah sudah pas, syamil (mencakup semuanya) dan utama karena diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung. Kita bisa melihat betapa indahnya doa tersebut, salah satunya kalimat “yang terbaik untuk agamaku, hidupku dan akibat sesudah itu bagiku” maknanya bahwa hendaknya kebaikan tersebut adalah kebaikan yang menyentuh semua aspek; agama, kehidupan dan kebaikan akhirat. Sebab bisa jadi, sesuatu terlihat baik bagi dunianya tapi buruk bagi agamanya.
Istikharah adalah doa bagi hamba ketika menghadapi dilema, harus memilih antara dua atau beberapa hal. Karena tak jarang, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang membutuhkan keputusan tepat mengingat urusan tersebut sangatlah krusial bagi diri kita atau mungkin juga orang lain. Seberapa penting atau tidaknya, besar kecilnya, krusial atau sepelenya setiap urusan, masing-masing orang memiliki standar berbeda dan lebih tahu dengan urusannya. Sehingga persepsi bahwa Istikharah hanyalah ritual khusus untuk memilih calon pasangan saja adalah salah, karena kita juga disunahkan melakukan istikharah untuk selian itu, misalnya; saat akan memilih tempat tinggal atau sekolah, apakah harus pergi (safar) ataukah mengurungkannya, mengatakan suatu rahasia kepada teman, keluar dari pekerjaan atau tidak, memutus hubungan kerja dengan seseorang dan urusan lainnya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika Rasulullah wafat, di Madinah ada dua orang tukang gali kubur, yang satu pembuat lahad (kubur yang digali agak condong ke samping/dinding lubang) dan dharih (lubang kubur biasa). Orang-orang berkata, “Kita istikharah pada Allah lalu kita utus dua orang kepada dua tukang gali itu. Utusan yang datang terakhir, kita tinggalkan.” Lalu penggali lahad datang lebih dahulu dan digalilah kubur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk lahad.”
Intinya bahwa istikharah adalah salah satu sunnah bagi kita saat harus mengambil keputusan dan pilihan. Tujuannya agar dalam mengambil keputusan selalu melandaskannya pada keimanan dan syariat-Nya. Yaitu iman bahwa Allah lah yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, hanya kepada-Nyalah kita meminta petunjuk dan arahan dan iman pada takdir. Sehingga apapun yang kita pilih, hati kita akan tenang dan yakin bahwa apa yang telah Allah takdirkan adalah yang terbaik dengan segala hikmah yang ada padanya.
Lalu apa yang harus kita lakukan setelah menunaikan istikharah? Menunggu ilham dan mimpi atau terus saja melangkah sesuai kata hati?
Dalam hal ini, para ulama telah menjelaskan pada kita beberapa hal yang sangat berguna. Setelah istikharah hendaknya seseorang melakukan dua hal:
Pertama:
Istisyarah, yaitu musyawarah atau meminta pendapat para ulama dan orang-orang bijak. Disebutkan dalam Kitab “Kasyfus Sitarah ‘an Shalatil Istikharah” bahwa sebagian ulama salaf mengatakan, “Termasuk tindakan orang berakal yang benar adalah menambahkan pendapat para ulama pada pendapatnya dan menyatukan pikirannya dengan pikiran orang-orang bijaksana. Sebab, satu pendapat bisa jadi salah, dan satu pikiran mungkin tergelincir.”
Abul Hasan al Marudi asy Syafi’i berkata, “Sikap yang mengindikasikan kemantapan seorang yang berakal adalah ia tidak memutuskan perkara atau membuat keputusan tanpa bermusyawarah dengan orang yang bisa menasehati dan analisa dari orang yang berpemikiran lurus. Bahkan Allah masih menyuruh Nabi-Nya agar bermusyawarah, padahal Allah telah menyatakan akan selalu memberi petunjuk padan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman,
“Dan ajak musyawarahlah mereka dalam memutuskan perkara.” (QS. Ali Imran)
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dari pendapat, nasehat dan arahan dari orang lain yang lebih berilmu atau lebih berpengalaman dari kita. Kekhawatiran atau pertimbangan-pertimbangan yang kurang baik yang barangkali pernah kita pikirkan sebelumnya bisa teratasi. Sebab, ilmu dan pengamalan serta kebijaksanaan yang Allah berikan pada mereka adalah sesuatu yang mungkin belum kita miliki.
Ahli sastra mengatakan,
“Tak akan rugi orang yang telah istikharah, dan tak akan menyesal oang yang sudah bermusyawarah.”
Istisyarah adalah salah satu anjuran yang sangat baik setelah istikharah. Seakan keduanya adalah dua mata koin. Namun begitu, pada beberapa kondisi, bisa jadi istisyarah tidak bisa kita lakukan karena beberapa alasan. Dan hal itu tidak masalah karena kita hanya dituntut untuk beramal sesuai kemampuan kita.
Kedua:
Memantapkan hati atas satu pilihan dan melaksanakannya dengan penuh tawakal.
Caranya dengan menyingkirkan berbagai pertimbangan yang dilandasi nafsu. Dalam hal ini kita harus jujur pada diri sendiri. Karena jika tidak, hal inilah yang akan menjadi pemicu malapetaka. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Orang yang sudah berniat melakukan sesuatu, hendaknya ia tidak melaksanakan apa yang membuat hatinya senang, tapi didasari hawa nafsu yang kuat sejak sebelum ia istikharah.”
Muhammad bin Ali Kamaludin az Zamlakani menjelaskan bahwa jika seseorang telah menunaikan dua rakaat istikharah untuk suatu perkara, maka hendaknya ia lakukan apa yang jelas baginya, baik hatinya merasa benar-benar lega atau belum. Sebab di situ pasti ada kebaikan meski mungkin masih ada yang mangganjal di hatinya.
Dengan kedua hal diatas, kita telah menempuh sunnah syar’iyah nya dengan menjalankan sunah dari rasul dan juga sunnah kauniyahnya dengan musyawarah dan memikirkan berbagai pertimbangan nalar yang kemudian akan melahirkan sebuah pilihan atau keputusan.
Soal mimpi, bisa jadi memang merupakan salah satu isyarat. Tapi tidak dibenarkan jika kita bertindak atau tidak bertindak hanya berdasarkan mimpi dan melupakan musyawarah dan berbagai pertimbangan kemashlahatan. Bisa jadi, mimpi tersebut hanyalah bunga tidur karena pikiran kita memang tangah betul-betul fokus pada suatu urusan hingga terbawa ke pikiran bawah sadar kita. Istikharah adalah doa sebagaimana doa lainnya. Artinya tidak selalunya setelah istikharah, Allah pasti akan menjawab doa kita dengan memberi tanda dan isyarat melalui mimpi.
Wallahua’am.
disarikan dari : https://www.arrisalah.net/istikharah-cara-terbaik-untuk-memilih-yang-terbaik/